INAKOR Laporkan Dugaan Korupsi Sistematis Dispora Minsel ke Kejati Sulut : Kerugian Negara Diproyeksikan Melebihi Temuan BPK

Avatar photo

Sulut-channelNusantara.com-Korupsi, sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, merampas hak-hak dasar rakyat, serta menghambat laju pembangunan. Praktik tercela ini seringkali bersembunyi di balik tabir administrasi dan celah regulasi, namun sejatinya merupakan manifestasi dari niat jahat (mens rea) yang sistematis untuk memperkaya diri atau kelompok secara melawan hukum.

Menanggapi hal tersebut, Perkumpulan Lembaga Swadaya Masyarakat Independen Nasionalis Anti Korupsi (LSM-INAKOR) Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Rolly Wenas, menyoroti dugaan tindak pidana korupsi terstruktur dan masif di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Minahasa Selatan Tahun Anggaran 2024.

“Dugaan Tipikor pada Dinas Dispora Kabupaten Minahasa Selatan TA 2024 resmi sudah kami laporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut pada Selasa, siang (29/7/2025) sekira jam 13.50 WITA, sebut Wenas.

Ia mengatakan dugaan ini muncul berdasarkan temuan awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Utara senilai Rp519.337.240,00, yang INAKOR yakini hanyalah puncak dari gunung es kerugian negara yang sebenarnya.

Selanjutnya Wenas mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan mengalokasikan Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp261.781.948.045,97 pada tahun anggaran 2024, dengan Dispora merealisasikan anggaran sebesar Rp4.991.057.089,00. Dari alokasi ini, BPK menemukan masalah senilai Rp519.337.240,00 yang mengarah pada dugaan kuat tindak pidana korupsi.

Menurut analisis INAKOR, masalah ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan serangkaian tindakan terencana yang diduga dengan berbagai modus operandi. Temuan tersebut meliputi belanja beasiswa yang tidak sesuai kondisi sebenarnya, honorarium fiktif atau melebihi ketentuan, belanja kursus/pelatihan fiktif, pembayaran ganda sewa gedung, penggunaan belanja suku cadang yang tidak sesuai, hingga penyalahgunaan mata anggaran.

INAKOR mengidentifikasi beberapa modus operandi utama yang memperkuat dugaan ini, antara lain mark-up (penggelembungan nilai) pada belanja beasiswa dan honorarium narasumber untuk menciptakan selisih dana ilegal.

Selain itu, ada praktik fiktif/tidak sesuai kondisi sebenarnya, meliputi pembayaran beasiswa kepada pihak yang tidak berhak, honorarium tim fiktif, pertanggungjawaban ganda honorarium, serta klaim fiktif pada belanja kursus/pelatihan, sewa gedung, dan suku cadang alat angkutan.

Terjadi pula penyalahgunaan wewenang/jabatan oleh pejabat terkait, termasuk Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, dan Bendahara Pengeluaran, yang memindahkan dana dinas ke rekening pribadi, melakukan pembayaran tidak sesuai ketentuan, dan membiarkan pertanggungjawaban fiktif.

Penguasaan dana secara melawan hukum juga terbukti, di mana sejumlah besar dana kelebihan pembayaran atau dana yang seharusnya tidak dibayarkan masuk dan dikuasai secara ilegal oleh rekening pribadi pejabat terkait. Ada pula penyalahgunaan anggaran/peruntukan yang menunjukkan pelanggaran prosedur serius, serta pembiaran dan kelalaian jabatan oleh PPTK yang tidak memverifikasi dokumen pertanggungjawaban, memfasilitasi kerugian negara.

Penting untuk digarisbawahi bahwa indikasi niat jahat (mens rea) dalam dugaan tindak pidana korupsi ini telah terpenuhi secara substansial bahkan sebelum temuan BPK. Pemindahan dana ke rekening pribadi pejabat, penyusunan dokumen pertanggungjawaban fiktif.

Serta pelanggaran ketentuan perundang-undangan secara sistematis dan berulang bukanlah kesalahan administrasi belaka. Ini adalah tindakan aktif dan disengaja untuk menguasai dana negara, menipu, dan merugikan keuangan negara. Pengakuan para pihak akan “keperluan pribadi,” penguasaan dana tanpa penyaluran yang jelas, serta “pertanggungjawaban ganda” semakin memperkuat adanya kesadaran akan perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan.

INAKOR menegaskan bahwa tindak lanjut rekomendasi BPK, termasuk pengembalian uang ke kas daerah oleh para pihak yang terlibat, tidak secara otomatis menghapus atau meniadakan unsur pidana korupsi yang telah terjadi. Tindak pidana korupsi adalah kejahatan material yang perbuatan melawan hukum dan kerugian negaranya telah terjadi pada saat dana digelapkan, disalahgunakan, atau dipindahbukukan secara tidak sah ke rekening pribadi pejabat, atau ketika dokumen fiktif dibuat untuk mencairkan dana.

Kejahatan ini telah selesai dilakukan dan eksis terlepas dari adanya audit BPK.
Rekomendasi BPK bersifat administratif, bertujuan untuk perbaikan tata kelola keuangan dan pengembalian kerugian negara. Meskipun penting, kepatuhan terhadap rekomendasi ini hanya dapat menjadi faktor yang meringankan dalam proses hukum, namun bukan penghalang untuk penuntutan pidana. Penyelesaian secara administratif dan pidana adalah dua jalur hukum yang berbeda.

INAKOR meyakini potensi kerugian negara yang sesungguhnya bisa jauh lebih besar dari temuan awal BPK. Sifat sampel audit BPK, keterbatasan lingkupnya, serta potensi keterlibatan pihak lain dan dampak kualitatif seperti hilangnya kepercayaan publik dan terhambatnya pembangunan, mengindikasikan bahwa temuan BPK adalah “puncak gunung es.” Penelusuran aliran dana (follow the money) secara komprehensif oleh aparat penegak hukum akan mengungkap seluruh potensi kerugian dan mengidentifikasi semua pihak yang terlibat.

(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *