Mitra-channelnusantara.com-tengah derita warga akibat jalan rusak dan lingkungan yang tercemar parah, sosok yang diduga kuat sebagai pengendali tambang emas ilegal (PETI) di Desa Moreah, Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, justru terlihat berpesta pora di klub malam.
Dalam sebuah video yang beredar luas, pria yang disebut-sebut bernama Inal Supit tampak mengenakan kaos putih-merah, berjoget di depan panggung sembari menghambur uang ke arah DJ Panda yang sedang tampil.
Aksi itu sontak memantik kemarahan sejumlah Aktivis dan publik, terutama warga yang setiap hari harus melintasi ruas jalan nasional Soyowan–Moreah- jalan yang kini berubah menjadi kubangan lumpur akibat material tambang dari lokasi PETI yang diduga dikendalikannya.
“Dia boleh hambur uang di klub malam, tapi jangan hambur lumpur di jalan rakyat. Itu hak masyarakat untuk mendapatkan infrastruktur yang layak,” tegas seorang aktivis hukum di Manado dengan nada geram.
Pantauan warga dilapangan menunjukkan, badan jalan nasional Soyowan–Moreah tertutup material tambang hingga ketebalan 10 sentimeter. Saat hujan turun, permukaan jalan berubah licin, membahayakan pengendara yang melintas.
Seorang ibu rumah tangga warga Moreah menuturkan bahwa sudah pernah terjadi kecelakaan fatal akibat kondisi jalan tersebut.
“Ibu itu jatuh dan sempat dibawa ke rumah sakit di Ratatotok. Tapi sampai sekarang pemerintah tidak pernah bertindak,” ujarnya dengan nada kecewa. Sabtu (18/10/2025).
Warga menduga, material tambang itu berasal dari aktivitas penambangan ilegal di kawasan Puncak Alason — lokasi yang disebut-sebut sebagai basis operasi Inal Supit dan kelompoknya. Tambang tersebut telah beroperasi bertahun-tahun tanpa izin dan tanpa sentuhan penegakan hukum.
Ketua Pelopor Angkatan Muda Indonesia Perjuangan (PAMI-P) Sulawesi Utara, Jonathan Mogonta, menilai praktik PETI di Moreah bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga menyebabkan kebocoran pendapatan negara.
“Jangan biarkan mereka merusak fasilitas negara tanpa tanggung jawab. Royalti dan pajak tetap wajib dibayar, karena aktivitas ekonomi legal maupun ilegal tetap menghasilkan keuntungan,” tegas Jonathan.
Ia mengutip Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagai dasar hukum untuk menjerat pelaku PETI, baik secara pidana, administratif, maupun fiskal.
“Prinsipnya jelas meski ilegal, mereka tetap wajib tunduk pada hukum. Tambang ilegal bukan hanya kejahatan lingkungan, tapi juga pengemplangan pajak,” tambahnya.
Hingga laporan ini diterbitkan, belum ada tindakan nyata dari Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara maupun aparat penegak hukum terhadap aktivitas PETI yang diduga dikendalikan oleh Inal Supit.
Padahal, kerusakan jalan akibat tambang tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan menelan biaya sosial yang besar bagi masyarakat.
Warga pun mulai menyoroti kemungkinan adanya pembiaran oleh oknum aparat. Mereka mendesak Polda Sulawesi Utara dan Kejaksaan Tinggi Sulut untuk turun langsung memeriksa legalitas tambang, menghitung kerugian negara, dan menindak tegas para pihak yang terlibat.
“Kalau rakyat kecil bisa dipenjara karena ambil batu di sungai, kenapa pelaku tambang besar yang merusak jalan dibiarkan bebas?” sindir salah satu tokoh masyarakat Moreah.
Redaksi masih berupaya menghubungi Inal Supit untuk meminta klarifikasi terkait video yang beredar serta aktivitas tambang yang dikaitkan dengannya. Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi belum membuahkan hasil.(ndra)