INAKOR: Kritik Proyek Jalan Harus Rasional dan Berdasarkan Regulasi Teknis

Avatar photo

Manado-channelnusantara.com-Maraknya pemberitaan terkait dugaan kejanggalan pada proyek Preservasi Jalan Airmadidi di Sulawesi Utara, yang disoroti karena pasangan batunya disebut “rontok ditekan jari”, mendapat tanggapan tegas dari kalangan aktivis anti-korupsi.

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Independen Nasional Anti Korupsi (INAKOR), Rolly Wenas, menegaskan bahwa kritik terhadap pekerjaan konstruksi publik harus didasari penalaran rasional dan kepatuhan terhadap regulasi teknis, bukan sekadar penilaian visual sesaat.

“Semangat kritis dalam mengawasi anggaran negara itu wajib. Namun, cara penyampaian dan substansinya harus sesuai tahapan pekerjaan dan ketentuan hukum. Jangan terburu-buru menuding korupsi hanya karena melihat material belum mengeras,” ujar Rolly Wenas, di Manado, Senin (20/10/2025).

Menurutnya, sorotan terhadap pasangan batu yang mudah dikorek saat masih dalam tahap awal pekerjaan tidak bisa langsung dijadikan indikasi korupsi. Ia menilai bahwa mengukur kekuatan mortar yang baru dipasang kurang dari satu hari adalah tindakan tidak rasional secara teknis, karena material konstruksi memiliki masa pengikatan (curing time) tertentu sebelum mencapai kekuatan optimal.

Rolly menjelaskan tiga poin penting yang perlu dipahami publik dalam menilai proyek infrastruktur:

1. Prinsip Kematangan Material Konstruksi Mortar atau campuran semen memiliki masa ikat dan pengeringan selama 7–28 hari untuk mencapai kekuatan maksimal, sebagaimana diatur dalam Spesifikasi Umum Bina Marga. Menguji kekuatan sebelum masa tersebut sama halnya dengan mencicipi makanan yang belum matang.

2. Masa Pelaksanaan dan Tanggung Jawab Kontraktor Pekerjaan yang disorot masih dalam tahap pelaksanaan. Kualitas pekerjaan masih menjadi tanggung jawab penyedia jasa konstruksi di bawah pengawasan konsultan pengawas. Jika ditemukan ketidaksesuaian, kontraktor wajib memperbaikinya tanpa tambahan biaya. Kondisi sementara ini belum dapat dikategorikan sebagai kegagalan bangunan.

3. Jangka Waktu Pertanggungjawaban Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, tanggung jawab hukum meliputi masa pemeliharaan setelah serah terima pertama (PHO) dan bahkan setelah serah terima akhir (FHO). Klaim kegagalan bangunan baru dapat diajukan setelah tahapan teknis tersebut selesai dan melalui kajian resmi.

Rolly juga menegaskan pentingnya edukasi publik agar kritik terhadap proyek pemerintah selalu berbasis data objektif dan sesuai dengan regulasi teknis yang berlaku.

“Kritik yang prematur justru bisa menyesatkan dan merusak iklim pengawasan yang sehat. Kami mendorong agar publik memahami konteks teknis sebelum menilai,” jelasnya.

Meski demikian, LSM INAKOR tetap mendesak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulut untuk memastikan mutu pekerjaan sesuai spesifikasi hingga tuntas, serta berkomitmen menuntut pertanggungjawaban hukum secara tegas apabila di kemudian hari terbukti terjadi pelanggaran spesifikasi.

(Fad)

Rilis Resmi
Rolly Wenas
Ketua LSM Independen Nasional Anti Korupsi (INAKOR) Sulawesi Utara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *