Tambang Emas Ilegal Ko Honggo Cengkeram Hutan Pasolo Diduga “Kebal Hukum”, Warga Ratatotok Ketakutan

Avatar photo

Mitra-channelnusantara.com- Aroma busuk tambang ilegal kembali menyeruak dari Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara. Di balik deru ekskavator yang siang-malam mengeruk perut bumi Hutan Pasolo, terselip nama yang kini jadi buah bibir Ko Honggo sosok yang diduga kuat mengendalikan operasi tambang emas tanpa izin (PETI) di kawasan hutan lindung itu.

Aktivitas tambang ilegal tersebut berlangsung terang-terangan. Excavator keluar-masuk hutan, tanah digali tanpa kendali, dan emas diproses tanpa izin resmi. Sementara negara tak menerima sepeser pun pajak maupun royalti, masyarakat hanya bisa menatap getir dampaknya hutan gundul, sungai tercemar, dan ancaman banjir bandang yang siap menghantam wilayah pesisir Ratatotok dan Buyat.

Berdasarkan penelusuran di lapangan, tambang milik Ko Honggo diduga tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Padahal, Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dengan tegas menyebut.

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Tak hanya itu, perusakan kawasan hutan akibat penggunaan alat berat juga merupakan pelanggaran serius terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 undang-undang tersebut menegaskan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun bagi siapa pun yang secara sengaja merusak lingkungan hidup.

Namun, hingga kini tak ada tindakan tegas dari aparat. Hutan Pasolo terus digerogoti, seolah hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil.

“Kami heran, tambang ilegal ini dibiarkan. Kalau benar tidak punya izin, berarti ada pembiaran dari aparat. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ujar seorang tokoh masyarakat Ratatotok yang meminta namanya dirahasiakan. Sabtu (25/10/2025).

Ia juga menegaskan, tambang ilegal di Ratatotok tidak berdiri sendiri. Sejumlah nama lain disebut-sebut ikut bermain di wilayah sekitar Kebun Raya Ratatotok, bahkan di kawasan konservasi yang seharusnya steril dari aktivitas tambang.

“Kalau ini dibiarkan, hutan habis, tanah longsor, dan banjir bandang tinggal menunggu waktu. Siapa yang mau bertanggung jawab nanti?” tambahnya dengan nada geram.

Kondisi Hutan Pasolo kini tragis. Dari udara, tampak bekas galian besar seperti luka terbuka di tubuh bumi. Aliran sungai yang dulu jernih kini cokelat pekat, mengalir membawa lumpur dan sisa bahan kimia pengolahan emas. Satwa liar terusir, dan desa-desa di hilir hidup dalam ketakutan setiap kali hujan deras mengguyur.

Sumber di internal pemerintah daerah menyebut, laporan terkait tambang ilegal ini sudah berulang kali masuk ke instansi berwenang termasuk Dinas ESDM Sulut, DLH, dan Kepolisian. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada satu pun tindakan nyata di lapangan.

Fenomena ini memperkuat dugaan adanya oknum “kebal hukum” di balik operasi tambang emas ilegal Ratatotok.

“Ada pihak-pihak kuat yang bermain. Kalau aparat benar-benar serius, seharusnya sudah ada penyegelan dan penindakan. Ini justru semakin menggila,” ungkap salah satu pemerhati lingkungan di Minahasa Tenggara.

Kekayaan emas Ratatotok yang seharusnya menjadi berkah, kini berubah menjadi kutukan ekologis. Di atas kertas, pemerintah gencar bicara soal green economy dan pelestarian lingkungan. Namun di lapangan, hukum seolah lumpuh di hadapan alat berat tambang ilegal.

Sementara warga Ratatotok hanya bisa berharap Kapolda Sulut, Gubernur, dan aparat pusat turun tangan sebelum bencana benar-benar datang.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *