Instruksi Presiden Dilanggar! Diduga Tambang Ilegal Hancurkan Perkebunan Oboy, Gubernur, Polda Sulut, Kejati, dan Mabes Polri Ditantang PT Xingfeng

Avatar photo

Bolmong-channelnusantara.com-Instruksi Presiden tentang pemberantasan tambang ilegal (PETI) tampaknya diabaikan di Sulawesi Utara. Di wilayah Perkebunan Oboy, Desa Pusian, Kecamatan Dumoga Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow.

Aktivitas tambang emas ilegal diduga dilakukan oleh PT Xingfeng Gemah Semesta, perusahaan asal Tiongkok yang kini menjadi sorotan nasional.

Meski telah berulang kali diberitakan dan dikonfirmasi tidak memiliki izin, PT Xingfeng tetap beroperasi secara bebas, seolah menantang Gubernur Sulut, Polda Sulut, Kejati Sulut, dan bahkan Mabes Polri.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulut, Fransiskus Maidongka, menegaskan bahwa PT Xingfeng Gemah Semesta tidak memiliki izin pertambangan di wilayah Bolaang Mongondow.

“PT Xinfeng Gemah Semesta tidak berizin,” tegas Madongka, beberapa waktu yang lalu.

Hasil penelusuran di OSS (Online Single Submission) dan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) menunjukkan tidak ada satu pun legalitas resmi milik PT Xinfeng di lokasi tersebut. Dengan demikian, seluruh aktivitas yang dilakukan ilegal dan melanggar hukum.

Presiden RI telah menginstruksikan agar seluruh aktivitas tambang tanpa izin ditindak tegas, tanpa kompromi. Namun, realitas di lapangan menunjukkan lemahnya penegakan hukum.

“Ini jelas pelanggaran terhadap Instruksi Presiden. Pemerintah pusat harus turun karena aparat di daerah tampak diam,” ujar Rival Mokoginta, Ketua Divisi Investigasi LSM LP KPK RI Sulawesi Utara. Senin (10/11/2025).

Rival menyoroti lemahnya peran Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Bolaang Mongondow dan Polres Bolmong dalam menangani aktivitas tambang ilegal yang sudah terang-terangan berlangsung.

“Ada indikasi pembiaran. Jika tidak ada tindakan, berarti ada oknum yang bermain,” katanya dengan tegas.

Gubernur Sulut, Yulius Selvanus Komaling (YSK), sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan tegas menolak penerbitan IUP baru, terutama bagi perusahaan besar dan asing.

“Stop IUP lagi masuk ke Sulut. Pertambangan seharusnya milik masyarakat Sulut. Tapi rakyat di tanahnya sendiri justru tidak jadi tuan,” tegas YSK.

Namun sikap gubernur itu seolah dilawan secara terbuka oleh PT Xinfeng. Aktivitas tambang tetap berjalan di wilayah Oboy tanpa mengindahkan larangan dan kebijakan resmi pemerintah provinsi.

Desakan publik kini juga mengarah ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara, agar segera membuka penyelidikan atas dugaan pelanggaran hukum lingkungan, pidana tambang, dan korupsi dalam pembiaran aktivitas ilegal ini.

“Kejati Sulut harus bergerak. Jangan tunggu laporan formal, karena fakta hukumnya sudah terbuka lebar. Ini menyangkut kepentingan publik dan kedaulatan negara,” kata Rival Mokoginta.

Kejati diharapkan menerbitkan surat perintah penyelidikan (Sprinlid) untuk menelusuri dugaan keterlibatan oknum pejabat lokal yang membiarkan PT Xinfeng beroperasi.

Kerusakan yang ditimbulkan tambang ilegal di Oboy kini sangat parah. Lahan pertanian warga rusak berat, Jalan Daerah Rusak, dan kebun produktif tak lagi bisa digarap.

“Tanah kami rusak semua. Kebun kami Rusak, dan tambang itu kerja terus siang malam,” ungkap Noldy Pusian, warga setempat.

Beberapa warga mengaku takut bersuara karena ada oknum yang melindungi aktivitas tambang.

“Kami takut bicara. Sudah banyak yang diancam kalau coba-coba melapor,” kata warga lainnya.

Ketua Divisi Investigasi LP KPK RI Rivai Mokoginta menyebut kasus PT Xinfeng sebagai bukti negara kalah oleh mafia tambang.

“Kalau aparat dan Kejati tidak segera bertindak, ini preseden buruk. Negara seolah tunduk pada cukong asing. Ini bukan sekadar pelanggaran izin, ini bentuk penjajahan ekonomi,” tegasnya.

Ia juga mendesak Mabes Polri dan Kejagung RI untuk membentuk tim gabungan investigasi nasional yang turun langsung ke lokasi.

“Kalau hukum tidak ditegakkan di Sulut, berarti hukum di Indonesia sedang lumpuh,” tandasnya.

PT Xinfeng diduga melanggar sejumlah regulasi penting:

*Pasal 158 UU Minerba: Penambangan tanpa izin diancam penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

*Pasal 161 UU Minerba: Pihak yang melindungi tambang ilegal dapat dipidana serupa.

*Pasal 98–99 UU No. 32/2009 tentang Lingkungan Hidup: Perusakan lingkungan diancam 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Kasus PT Xinfeng bukan sekadar soal tambang, tapi ujian nyata bagi wibawa negara.

Jika Gubernur Sulut, Polda Sulut, Kejati, dan Mabes Polri gagal menindak tegas, maka publik akan menilai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Kini masyarakat menanti, apakah aparat penegak hukum akan menegakkan keadilan, atau justru membiarkan mafia tambang asing terus mengeruk tanah rakyat tanpa rasa bersalah.

(Fad)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!