Jakarta-channelnusantara.com-Kasus kematian Angklin Roring bukan lagi sekadar laporan duka. Di Sulawesi Utara, organisasi adat paling keras bersuara Barisan Masyarakat Adat Sulawesi Utara (Barmas) kini mengibarkan “bendera merah”. Mereka menilai ada terlalu banyak kejanggalan dan terlalu banyak celah yang membuat tragedi ini terkesan diselimuti kabut tebal.
Dan kali ini, suara Barmas, lewat Ketua Umum DPP Tonaas Jenly Kawilarang, tidak main-main. Nada pernyataannya tajam, keras, dan langsung mengarah pada dugaan adanya kekuatan yang mencoba mengarahkan opini publik.
“Luka Lebam Hampir di Seluruh Tubuh? Ini Bukan Kasus Jatuh Biasa. Titik!”
Jenly menyebut temuan keluarga lebam di seluruh tubuh korban sebagai sinyal utama bahwa ada yang tidak sesuai dengan skenario jatuh dari lantai 12 apartemen Metro Sunter, Jakarta Utara pada Jum’at (14/11/2025).
“Kalau memang jatuh, kenapa luka-lukanya berpola seperti bekas benturan berulang? Ini tidak bisa diterima begitu saja.”ucap Jenly Kawilarang
Menurutnya, luka-luka itu tidak logis jika dikaitkan dengan insiden tunggal. Barmas mendesak agar polisi tidak melewatkan kemungkinan kekerasan sebelum korban jatuh.
Salah satu titik investigasi paling serius bagi Barmas adalah pesan singkat yang diterima teman korban.
“Tolong saya, mereka mo bunuh saya.”
Bagi Tonaas Jenly, pesan itu bukan sekadar bukti digital tetapi bukti psikologis bahwa korban sedang dalam kondisi dikejar, ditekan, atau diserang.
“Ini bukan pesan orang panik tanpa sebab. Ini pekikan minta tolong. Polisi wajib bongkar siapa ‘mereka’ itu.”ujarnya Senin (17/11/2025).
Ketua Umum DPP Barmas menilai, selama “mereka” tidak teridentifikasi, maka investigasi belum berjalan.
Rumor yang beredar menyebutkan bahwa salah satu sosok yang berada di lingkar kejadian disebut punya kedekatan dengan seorang anggota DPR RI.
Bagi Barmas, isu ini tak boleh tenggelam. “Kalau ada bayang-bayang kekuasaan, itu harus dibuka. Jangan ada tangan-tangan gelap yang bermain. Kami mengawasi!” tegas Jenly Kawilarang
Barmas bahkan menyebut kasus ini sebagai tes integritas bagi aparat penegak hukum.Tantangan Terbuka dari Barmas, Jika ada bukti yang disembunyikan, kami akan bongkar!
Jenly mengeluarkan pernyataan paling kerasnya,“Siapa pun yang mencoba menutupi kasus ini, kami lawan. Kami tidak peduli jabatan atau garis keturunan.
Ia menegaskan Barmas tidak akan mundur, bahkan bila proses hukum mulai tersendat atau diarahkan ke kesimpulan prematur.
Menurutnya, yang harus dipastikan sekarang adalah, Apakah CCTV sudah diperiksa menyeluruh, bukan hanya potongan?
1.Siapa saja yang terakhir bersama korban?
2.Mengapa tubuh korban penuh lebam?
3.Apa motif yang melatarbelakangi ancaman pada pesan korban?
4.Adakah tekanan eksternal dalam penanganan kasus?
Barmas menuntut setiap pertanyaan itu dijawab secara terang, bukan dalam ruang tertutup.
Dalam pernyataan yang sangat tidak biasa, Tonaas Jenly mengatakan, Kalau penyidikan mulai melemah atau diarahkan, Barmas akan turun langsung ke Jakarta. Kami tidak main-main.
Sumber internal Barmas menyebut mereka sudah menyiapkan:
Tim pengawal hukum,
Tim investigasi lapangan,
bahkan pendampingan penuh terhadap keluarga.Barmas menegaskan bahwa kematian Angklin adalah harga diri masyarakat adat kawanua.
Kasus Ini Kini Berada di Tangan Polisi. dan Dalam Pantauan Ketat Barmas
Dengan meningkatnya tekanan dari keluarga dan organisasi adat, kasus ini tidak lagi bisa diselesaikan dengan laporan standar.
(Fad)














