Sulut-channelnusantara.com-Pernyataan tegas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Utara, Fransiscus Maidongka, Pada Hari Jumat (12/12/2025), bahwa izin pertambangan PT HWR sudah tidak berlaku, justru membuka tabir pertanyaan besar mengapa aktivitas pertambangan di lapangan masih terus berjalan.
Fakta ini menjadi alarm keras atas dugaan pembiaran sistematis terhadap praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang berlangsung terang-terangan di Minahasa Tenggara Sulawesi Utara.
Padahal, berdasarkan regulasi yang berlaku, perusahaan tambang tanpa IUP dan RKAB aktif tidak memiliki satu pun dasar hukum untuk beroperasi.
Dokumen perizinan PT HWR diketahui telah berakhir masa berlakunya, sementara pengajuan RKAB perusahaan tersebut dilaporkan ditolak sejak tahun 2023.
Namun ironisnya, berbagai laporan masyarakat dan pantauan lapangan mengindikasikan aktivitas pertambangan masih berlangsung.
Kondisi ini menimbulkan dugaan serius adanya pembohongan publik, sekaligus membuka ruang kecurigaan terhadap lemahnya pengawasan, bahkan potensi keterlibatan oknum yang memiliki kewenangan.
“Jika izinnya sudah tidak berlaku, maka tidak ada alasan apa pun bagi perusahaan untuk tetap beroperasi. Satu alat berat pun seharusnya tidak boleh bergerak,” tegas seorang pemerhati lingkungan di Sulut.
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba secara tegas menyebutkan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin diancam pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Namun di Sulawesi Utara, khususnya Minahasa Tenggara ancaman pidana tersebut seolah kehilangan daya gigit.
Aktivitas tambang emas berskala besar, dengan dugaan penggunaan puluhan alat berat, pembangunan bak penyiraman, hingga fasilitas pemurnian emas, diduga berlangsung tanpa hambatan berarti.
Situasi ini memunculkan pertanyaan krusial siapa yang melindungi?
Maraknya PETI berskala besar mustahil terjadi tanpa sokongan modal kuat dan jaringan yang rapi.
Bahkan, Sejumlah media daring menyoroti dugaan adanya aktor intelektual dan pemodal besar atau “cukong” yang bermain di balik layar.
“Mustahil kerusakan hutan, aktivitas excavator, dan pengolahan emas bisa berjalan terbuka tanpa diketahui pihak berwenang,” ungkap perwakilan masyarakat yang meminta identitasnya dirahasiakan kepada awak media, Sabtu (13/12/2025).
Selain merugikan negara secara ekonomi, aktivitas tambang ini berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan permanen, pencemaran air, longsor, hingga bencana ekologis yang dampaknya akan ditanggung masyarakat dalam jangka panjang.
Masyarakat Minahasa Tenggara dan wilayah terdampak lainnya kini hidup dalam bayang-bayang risiko, sementara penindakan hukum dinilai belum menyentuh akar persoalan.
Di bawah kepemimpinan Gubernur Sulawesi Utara yang baru, Jenderal TNI (Purn) Yulius Selvanus Komaling (YSK), publik menaruh harapan besar adanya pembersihan menyeluruh terhadap praktik tambang ilegal, tanpa pandang bulu.
Desakan juga menguat agar Polda Sulawesi Utara berani mengambil langkah tegas dan terukur, sejalan dengan pernyataan keras Presiden RI Prabowo Subianto terkait pemberantasan aktivitas ilegal yang merugikan negara.
Kasus dugaan tambang PT HWR kini bukan sekadar persoalan izin, tetapi ujian nyata keberanian negara dalam menegakkan hukum. Jika izin sudah mati namun tambang masih hidup, maka yang patut dipertanyakan bukan hanya pelaku, tetapi sistem yang membiarkannya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT HWR sulit di hubungi untuk dimintai keterangan resmi.
(Tim/Redaksi)













