Sidang perkara penyiraman air keras di pengadilan Kota Pekalongan, Rabu (7/5/2025).
Channelnusantara.com, PEKALONGAN – Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan kembali menggelar sidang lanjutan perkara penyiraman air keras yang dilakukan seorang menantu terhadap keluarga mertuanya. Sidang yang digelar Rabu, 7 Mei 2025, dengan nomor perkara 74/Pid.B/2025/PN Pkl ini dipimpin oleh Hakim Ketua Veni Wahyu Mustikarini, SH, MKn, bersama dua Hakim Anggota Nofan Hidayat, SH, MH, dan Listyo Arif Budiman, SH. Agenda persidangan kali ini adalah mendengarkan keterangan para saksi dan korban, termasuk Rifki Al Faris (24), Agus Naim (44), Zaini (60), Nur Fadilah (52), serta Musa Sabari (51).
Salah satu kesaksian yang mengguncang ruang sidang datang dari Kharis Imaroh (30), mantan istri terdakwa sekaligus anak korban. Dengan suara bergetar, ia menceritakan detik-detik mencekam saat kejadian terjadi. Menurut kesaksiannya, malam itu ia mendengar keributan dari dalam rumah. “Waktu saya masuk, saya lihat bapak sudah disiram pakai air dari dalam teko. Badannya melepuh semua, kesakitan luar biasa,” ungkap Kharis dengan mata berkaca-kaca di depan majelis hakim.
Tak hanya sang ayah, ibu kandungnya, anak perempuannya yang baru berusia sembilan tahun, serta adik laki-lakinya juga menjadi korban keganasan sang terdakwa. Bahkan, setelah menyiramkan air keras, pelaku sempat membawa parang dan mengejar adik iparnya. “Saya panik, teriak-teriak minta tolong. Untung warga berdatangan dan langsung membawa ayah, ibu, dan adik saya ke rumah sakit,” jelasnya.
Peristiwa tragis ini terjadi pada Jumat, 20 September 2024 sekitar pukul 19.15 WIB, di rumah Musadiqun, ayah mertua terdakwa, yang beralamat di Desa Wonoyoso Gang 5 RT 007 RW 003, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan. Cairan berbahaya yang disiramkan terdakwa menyebabkan luka bakar serius pada para korban, termasuk luka parah di tubuh dan kaki anak kecil yang tidak berdosa.
Di luar sidang, Ketua DPC LSM Trinusa (Triga Nusantara Indonesia) Pekalongan Raya, Silfa Hadi, yang mendampingi para korban sejak awal, menyuarakan tuntutannya. Ia meminta pihak Pengadilan Negeri Pekalongan serta Jaksa Penuntut Umum memberikan hukuman maksimal kepada terdakwa. “Saya meminta agar pelaku dihukum seberat-beratnya. Para korban berhak mendapatkan keadilan, apalagi sampai menyebabkan kematian salah satu korban,” tegas Silfa dengan nada geram.
Sidang perkara ini menjadi perhatian luas masyarakat Pekalongan karena kekejaman yang terjadi di dalam lingkup keluarga sendiri. Proses hukum pun terus berjalan, dengan harapan keadilan bisa ditegakkan setegas-tegasnya untuk para korban yang masih berjuang memulihkan luka fisik dan trauma batin mereka.
*red