Manado, –Channelnusantara.com-Kasus dugaan korupsi di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado senilai Rp52 miliar masih menggantung. Meski Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara intens memeriksa saksi-saksi dari pihak Unsrat, hingga kini belum ada penetapan tersangka.
Beredar kabar bahwa perhitungan kerugian negara dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Hal ini memicu tanda tanya publik, mengapa perhitungan diserahkan ke Kemendikbudristek dan bukan kepada auditor independen seperti BPKP atau BPK.
Reaksi keras datang dari Ketua LSM Anti Korupsi MJKS, Stenly Towoliu.
“Proses hukum kasus ini sudah berjalan sejak 2024. Kami memiliki data yang menunjukkan adanya praktik korupsi di tubuh Unsrat,” ujar mantan wartawan ini. Jumat (01/08/2025)
Towoliu mengungkapkan bahwa penyidik Kejati telah melakukan penggeledahan di Unsrat dan menyita sejumlah dokumen terkait LPPM. Meski demikian, hingga kini penyidikan belum jelas kapan akan bermuara ke meja hijau.
Menurutnya, berdasarkan hasil audit Satuan Pengawas Internal (SPI) Unsrat, ditemukan tiga rekening “siluman” yang digunakan untuk menampung dana hasil kerja sama LPPM sejak 2015.
“Seharusnya seluruh pendapatan LPPM masuk ke rekening RKU. Namun, ketika Unsrat dipimpin EK, justru muncul tiga rekening ‘siluman’ tersebut,” beber Towoliu.
Ia menegaskan, Unsrat sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) memiliki kewajiban menempatkan hasil kerja sama LPPM sebagai bagian dari keuangan negara yang dipisahkan. Jika dana tersebut ditarik untuk kepentingan pribadi, maka unsur mens rea (niat jahat) dalam Undang-Undang Tipikor telah terpenuhi.
“Mens rea diukur dari empat hal: adanya maksud mengambil keuntungan, kesadaran bahwa tindakan merugikan negara, serta unsur kelalaian atau kecerobohan,” jelasnya.
Towoliu menambahkan, unsur perbuatan pidana (actus reus) juga telah terbukti berdasarkan audit internal. “Selama periode berjalan, terjadi penarikan aktif dari tiga rekening ‘siluman’ itu,” ujarnya.
Kasus ini diduga terjadi di era kepemimpinan Rektor EK yang saat itu berstatus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain EK, turut terlapor juga mantan Wakil Rektor GG dan pihak lain.
“Kami meminta Kejati Sulut tidak mengaburkan peran pelaku utama dalam kasus ini,” tegas Towoliu.
MJKS bahkan telah menyerahkan laporan resmi beserta data tambahan ke Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disertai permintaan agar kedua lembaga tersebut melakukan supervisi terhadap Kejati Sulut.
“Tujuannya agar kasus ini terang benderang, dan siapapun yang terlibat segera ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kejati Sulut belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan penyidikan.
(Fit/Team)